Alat pertukaran barang dan jasa yang semakin absurd


Tulisan ini hanya sekedar sharing uneg-uneg yang saya miliki, tidak ada maksud tertentu untuk menyudutkan berbagai pihak.

———-

Motivasi mengapa teknologi dapat berkembang pesat seperti sekarang ini salah satunya adalah untuk mempermudah kehidupan manusia. Hampir semua yang ada didunia ini serba mudah untuk diraih atau digunakan, khususnya yang berkaitan dengan teknologi. Keren? Ya pasti keren lah, kita bisa berkomunikasi jarak jauh menggunakan gadget kita, berpergian jarak jauh dengan waktu tempuh yang semakin singkat, pekerjaan sehari-hari yang bisa dibantu dengan mesin atau robot, dsb. Dan yang pasti hampir semua perubahan itu pasti ada sisi baik dan sisi buruk. DItulisan ini saya akan mencermati mengenai alat pertukaran barang dan jasa yang semakin absurd.

Dahulu kala, sebelum masyarakat mengenal alat pertukaran barang dan jasa, masyarakat masih menggunakan sistem barter. Sistem barter adalah masyarakat akan saling bertukar antara barang dan jasa yang diinginkan dengan yang dimilikinya. Tentunya sistem ini sangat kurang efisien dan sangat banyak keterbatasannya. Hingga tibalah suatu masa dimana masyarakat menganut alat pembayaran menggunakan uang (disini saya tidak akan menjelaskan secara detail perkembangannya sistem dan alat pembayaran dari barter kemudian berubah menjadi uang, sudah banyak referensi yang bisa dipakai untuk membahas masalah ini).

Semenjak kita mengenal alat pembayaran berupa uang, maka nilai sebenarnya dalam suatu barang dan jasa tersebut sudah mengalami pergeseran. Nilai barang dan jasa tersebut sebenarnya sama dengan nilai suatu kertas dengan ditulisi suatu angka. Dan sebenarnya dengan cara seperti itu, nilai suatu uang masih berharga dengan tanda kutip “”, karena masih secara resmi diterbitkan oleh Negara. Walaupun tentu kita tidak setuju karena semakin berganti tahun, nilai uang mata uang khususnya di negara berkembang mengalami penurunan, dan ini mengakibatkan ketidakadilan untuk kita.

Seiring bergantinya tahun, alat pembayaran tersebut yang semula uang resmi yang dikeluarkan oleh Negara, kemudian bergeser hanya menjadi sebuah KERTAS yang kualitasnya tentu lebih rendah dibanding dengan kertas untuk uang resmi yang dikeluarkan oleh Negara. Benar, maksud saya disini adalah alat pembayaran tersebut sudah bergeser dimana kita sekarang mengenal sebuah alat pembayaran berbentuk voucher atau kupon. Hal ini tentu tidak asing bagi masyarakat yang tinggal di kota besar, karena sebagian supermarket di kota besar sudah menggunakan sistem semacam ini. Dan sistem ini tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Perkiraan saya, sistem ini lebih dulu dikembangkan dan diimplementasikan di negara maju, kemudian kita sebagai negara berkembang (dalam sudut pandang penghasilan / gdp) mencontohnya. Bersyukurnya kita masih bisa melihat dan meyimpannya erat-erat KERTAS tersebut sehingga kita bisa bertransaksi walapun terbatas hanya dapat digunakan ditempat-tempat tertentu saja.

Kemudian tibalah era internet ini, ya bahasa kerennya IoT, segalanya berhubungan dan terhubung dengan internet. Dengan adanya era ini, tentunya alat pembayaran kita tadi juga menjadi bergeser lagi. Hal ini terlihat dengan tumbuhnya alat pembayaran menggunakan teknologi internet seperti A******* pay, S**** pay, e-*****, t-********, dsb. Ini yang saya maksud semakin absurd, karena dengan menggunakan alat pembayaran tersebut, kita hanya bisa tahu jumlah nominal uang yang kita miliki dalam sebuah layar saja. Ingat, teknologi itu ciptaan manusia, dan manusia hanyalah makhluk ciptaan-Nya yang jauh dari sempurna dibandingkan Sang Maha Pencipta. Ada kemungkinan suatu saat teknologi tersebut hancur karena suatu human error, ketahanan suatu alat, bencana alam, dsb. Dan setelah itu, ketika teknologi tersebut hancur, bisakah kita mendapatkan uang kita tadi? Bisakah kita mengklaim jumlah uang kita tadi yang hanya tertera di sebuah layar? Apakah yang terjadi nanti jika kondisinya seperti itu?

Berdasarkan kepercayaan yang saya anut, sebenarnya dahulu Allah SWT telah menetapkan alat pembayaran yang adil itu adalah menggunakan dinar (emas) dan dirham (perak). Tetapi apa yang sudah baik tersebut, sekarang menjadi jauh bergeser karena sifat dasar manusia tersebut. Dengan melihat fenomena ini saya jadi penasaran bagaimana alat pertukaran barang dan jasa dimasa depan? Apakah menggunakan bitcoin yang juga mulai marak sekarang ini, ataukah menggunakan darah atau menggunakan masa hidup kita didunia ini seperti yang kita lihat di Film Hollywood (karena nilai suatu mata uang sudah tidak ada artinya didunia nanti)?

Pelajaran yang bisa dipetik dari fenomena ini adalah:

  1. Pergunakan teknologi dengan sewajarnya saja, tidak perlu berlebihan, tidak perlu latah mengikuti tren, dan selalu berhati-hati dengan teknologi.
  2. Bentengi diri kita dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
  3. Bentengi diri kita dengan ilmu agama, agar kita bisa lebih tahan dan kuat dalam menghadapi perang pola pemikiran yang kuat dimasa sekarang hingga masa depan nanti.

Salam,

Mas Sao.


Leave a Reply